eFishery, salah satu startup perikanan terbesar di Indonesia yang sebelumnya berhasil meraih status unicorn, kini menghadapi masa-masa sulit setelah laporan keuangan terbaru menunjukkan adanya ketidaksesuaian besar dalam laporan pendapatan dan kerugian perusahaan.
Menurut laporan yang beredar, eFishery awalnya mengklaim memperoleh keuntungan sebesar US$16 juta selama periode Januari hingga September 2024. Namun, setelah dilakukan audit internal, ditemukan bahwa perusahaan sebenarnya mengalami kerugian hingga US$35,4 juta. Perbedaan angka yang signifikan ini memicu kekhawatiran di kalangan investor dan memunculkan spekulasi mengenai manajemen keuangan perusahaan.
Situasi ini semakin diperparah dengan keputusan perusahaan untuk meminta para investor memberikan suara dalam dua opsi yang tersedia: likuidasi penuh atau restrukturisasi bisnis. Opsi likuidasi berarti perusahaan akan ditutup dan aset yang tersisa akan dibagikan kepada kreditur dan pemegang saham. Sementara itu, restrukturisasi menawarkan peluang bagi perusahaan untuk melakukan perubahan strategi bisnis dengan harapan bisa kembali ke jalur yang lebih stabil.
Beberapa investor menyatakan dukungan untuk restrukturisasi, dengan harapan bahwa model bisnis eFishery masih memiliki potensi untuk berkembang di masa depan. Namun, ada juga pihak yang pesimistis dan lebih memilih likuidasi untuk meminimalkan potensi kerugian lebih lanjut.
Selain tekanan dari investor, eFishery juga harus menghadapi tantangan lain seperti perubahan regulasi di sektor perikanan dan persaingan yang semakin ketat. Para analis menyebutkan bahwa keputusan yang diambil dalam beberapa minggu ke depan akan menentukan apakah eFishery masih bisa bertahan atau akan menjadi kisah kegagalan startup berikutnya di Indonesia.