Lima rumah warga di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, menjadi korban penggusuran yang salah oleh Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II. Eksekusi yang dilakukan pada 30 Januari 2025 tersebut ternyata menyasar rumah-rumah yang berada di luar area sengketa.
Kronologi Kejadian
Kasus ini bermula dari sengketa lahan seluas 3,6 hektar di Desa Setia Mekar yang diajukan oleh penggugat, Mimi Jamilah, pada tahun 1996. Namun, dalam proses eksekusi, lima rumah yang tidak termasuk dalam objek sengketa turut digusur. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa eksekusi ini tidak sesuai prosedur dan menyalahi aturan hukum yang berlaku. Beliau menyatakan bahwa kelima rumah tersebut berada di luar peta objek sengketa yang diajukan oleh penggugat.
Tanggapan Menteri ATR/BPN
Menteri Nusron Wahid mengkritik keras tindakan Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II yang dianggap tidak mengedepankan prinsip kemanusiaan. Beliau menyoroti bahwa pengadilan seharusnya melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi untuk mengukur batas lahan sebelum melakukan eksekusi. Akibat tidak dilibatkannya BPN, terjadi kesalahan dalam penentuan objek eksekusi yang berujung pada penggusuran rumah-rumah yang tidak bersengketa.
Bantuan untuk Korban
Sebagai bentuk empati dan tanggung jawab, Menteri Nusron Wahid berjanji akan membantu perbaikan lima rumah yang salah digusur tersebut. Beliau bahkan menyatakan kesediaannya untuk menggunakan dana pribadi guna memperbaiki rumah-rumah tersebut. Selain itu, setiap penghuni rumah akan menerima bantuan sebesar Rp25 juta.
Dampak bagi Warga
Penggusuran ini meninggalkan luka mendalam bagi para korban. Mereka kehilangan tempat tinggal dan harta benda yang telah mereka kumpulkan selama bertahun-tahun. Meskipun memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), rumah-rumah mereka tetap menjadi sasaran eksekusi yang keliru. Para korban berharap agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang dan meminta pihak berwenang untuk lebih cermat dalam menjalankan prosedur hukum.
Langkah Selanjutnya
Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk memediasi antara para pemilik rumah, Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II, dan pihak-pihak yang bersengketa. Tujuannya adalah untuk mencari solusi terbaik agar hak-hak warga yang terdampak dapat dipulihkan. Selain itu, evaluasi terhadap prosedur eksekusi lahan akan dilakukan guna mencegah terjadinya kesalahan serupa di masa depan.
Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak terkait pentingnya kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prosedur hukum dalam setiap tindakan eksekusi, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak.