Pada Kamis, 6 Februari 2025, sidang kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Razman Arif Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Utara berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi setelah majelis hakim memutuskan sidang berlangsung tertutup karena mengandung unsur asusila. Keputusan ini memicu protes dari pihak Razman dan tim kuasa hukumnya.
Dalam situasi tegang tersebut, Firdaus Oiwobo, salah satu anggota tim kuasa hukum Razman, melakukan aksi kontroversial dengan naik ke atas meja di ruang sidang. Firdaus mengklaim tindakannya spontan untuk membela kliennya yang diduga mengalami intimidasi fisik. Ia menyatakan melihat Razman dicekik oleh oknum pengamanan, sehingga merasa perlu mengambil tindakan cepat.
Aksi Firdaus menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari rekan seprofesi. Hotman Paris Hutapea, yang menjadi saksi dalam sidang tersebut, mengutuk tindakan tersebut dan melaporkan insiden itu kepada Ketua Mahkamah Agung. Hotman menilai perilaku tersebut tidak menghargai proses persidangan dan mencoreng citra profesi advokat.
Menanggapi insiden tersebut, Kongres Advokat Indonesia (KAI) menggelar rapat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) pada 8 Februari 2025. Dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) se-Indonesia, KAI memutuskan untuk memberhentikan Firdaus Oiwobo dari keanggotaan organisasi. Sekjen KAI, Apolos Djara Bonga, menyatakan bahwa tindakan Firdaus tidak mencerminkan etika seorang advokat dan merusak nama baik organisasi. Selain itu, KAI juga mengusulkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Banten atau Mahkamah Agung untuk mencabut berita acara sumpah Firdaus dan melarangnya berpraktik secara permanen di seluruh Indonesia.
Firdaus Oiwobo memberikan klarifikasi atas tindakannya, menyatakan bahwa aksinya naik ke meja adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai kuasa hukum untuk melindungi kliennya. Ia menegaskan bahwa tindakannya spontan dan tidak direncanakan sebelumnya.
Namun, klarifikasi tersebut tidak meredakan kritik yang dialamatkan kepadanya. Banyak pihak menilai bahwa tindakan Firdaus tidak profesional dan melanggar kode etik advokat. Insiden ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan mengenai etika dan profesionalisme dalam profesi hukum.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya menjaga integritas dan etika dalam profesi advokat. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika profesi dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan profesi hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi para advokat untuk selalu menjunjung tinggi kode etik dan menjaga profesionalisme dalam setiap tindakan mereka.
Selain itu, insiden ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan penegakan kode etik dalam organisasi profesi. Organisasi seperti KAI memiliki peran penting dalam memastikan anggotanya mematuhi standar etika dan profesionalisme yang ditetapkan. Tindakan tegas yang diambil oleh KAI dalam kasus ini menunjukkan komitmen organisasi tersebut dalam menjaga integritas profesi advokat.
Secara keseluruhan, insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dalam sistem peradilan untuk selalu menjaga etika, profesionalisme, dan integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.
